KINERJA APARATUR KELURAHAN DALAM PELAYANAN PEMERINTAHAN DI KELURAHAN BUKIT LAMA KOTA PALEMBANG

wiyata praja

Authors

  • Supardi1* ,Fitri Herdayani2 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Tamansiswa Palembang

Abstract

Implementasi kebijakan otonomi daerah di indonesia pada dasarnya bertujuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pendelegasian kewenangan kepada daerah merupakan upaya pemerintah pusat memangkas birokasi dan mempermudah urusan publik. Implementasi otonomi daerah sekaligus sebagai bentuk reformasi birokrasi publik pada pemerintah daerah mencakup perubahan secara gradual terhadap nilai (publik value) dan budaya aparat pemerintah daerah yang berimplikasi pada etos kerja, kulaitas pelayanan publik, hingga perubahan perilaku sebagai penguasa menjadi pelayan masyarakat. Seiring perjalanan waktu birokrasi pemerintah daerah terus melakukan pembenahan. Pembenahan yang dilakukan antara lain reengineering process terhadap pelayanan publik. Reformasi ini menekankan pada rekayasa mekanisme pelayanan publik yang dilekatkan dengan aspek struktural suatu birokrasi publik. Contohnya varian reformasi ini adalah pelayanan suatu pintu (one stop service), tidak sekedar satu atap, untuk melaksanakan pelayanan perizinan dan non perizinan. Bentuk pelayanan ini baru bisa direkayasa dengan restrukturisasi organ satuan kerja kedalam suatu badan berikut  pelimpahan kewenangan padanya, di padukan dengan penggunaan teknologi informasi internet sebagai  pewujudan e-government dalam pengertian yang sebenarnya. Perubahan struktural harus diikuti oleh perubahan kultural, berupa internalisasi mindset dan  perilaku, serta revitalisasi etos kerja. Beranjak dari keinginan untuk melepaskan diri dari budaya birokratis yang kaku, beberapa kepala daerah mengarahkan perubahan kultural menuju corporate culture yang berlandaskan semangat kewirausahaan. Apapun bentuk reformasi pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah, muaranya adalah terpenuhi rasa puas masyarkat atas layanan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintahy sebagai penyedia pelayanan publik utama, harus menyiapkan pelayanan masyarakat yang berkualitas. Hal ini perlu dilaksanakan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah karena terkait dengan perubahan-perubahan yang mendasar terhadap tuntutan perbaikan sistem pelayanan masyarakat dan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah. Dalam konteks kinerja birokrasi pelayanan publik di Indonesia, pemerintah melalui Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum   Penyelenggaraan Pelayanan Publik, telah memberikan berbagai prinsip pelayanan yang harus dijadikan pedoman bagi seluruh penyelenggara pelayanan publik dalam pengaturan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan publik sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya, yaitu seperti prinsip kesederhanaan, kejelasan, kepastian waktu, akurasi, keamanan, tanggung jawab, kelengkapan sarana dan prasarana, kemudahan akses, kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, serta kenyamanan. Prinsip tersebut bertujuan untuk mendorong terwujudnya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam arti memenuhi harapan dan kebutuhan baik bagi pemberi maupun penerima pelayanan. Sejalan dengan pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, Osborn dan Gaebler (1995: 192) mengemukakan bahwa pemerintahan yang demokratis lahir untuk melayani warganya. Tugas pemerintah adalah mencari cara untuk menyenangkan warganya. Hal tersebut dapat dipahami bahwa pemerintah yang terbentuk merupakan pelayanan masyarakat yang harus memberikan kepuasan kepada masyarakat. Komitmen ini hanya bisa dipegang kalau rakyat merasa bahwa pemerintah yang berjalan masih mengarah kepada upaya untuk melindungi dan melayani masyarakat. Dalam kaitan itu Rasyid (1997: 11) mengemukakan bahwa : pemerintah modern, pada hakekatnya adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat. Memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama.Kontrakdisi dengan idealisme pelayanan publik diatas, di Indonesia masih sering ditemukan adanya masyarakat yang mengeluh pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah. Sebagaimana yang dikemukakan Rasyid (1997: 144): Hal ini terlihat dari banyaknya keluhan yang disampaikan oleh masyarakat melalui berbagai media cetak tentang perilaku birokrasi yang cendrung bersifat arogan dan tidak menunjukkan citra sebagai pelayanan masyarakat, karena yang nampak adalah sosok penguasa yang ingin dilayani bukan melayani. Kecendrungan birokrasi bersifat arogan disebabkan birokrasi pemerintah lebih berorientasi pada pejabat atasan (Dwiyanto dkk, 1993: 38), oleh karena itu kesan pertama dari hampir setiap warga masyarakat yang datang berurusan ke kantor-kantor pemerintahan adalah bertemunya mereka dengan pegawai berseragam yang kurang ramah, kurang informatif, mata duitan dan kurang profesional (Rasyid, 1997: 142). Belum lagi nada sinisme yang melihat ciri birokrasi pemerintah yang selalu membuat suatu pekerjaan yang sesungguhnya sederhana menjadi rumit. (Siagian, 1994: 116). Keterbatasan kemampuan pemerintah dalam mengoptimalkan fungsi pelayanan masyarakat semakin memperburuk persepsi masyarakat tentang keberadaan pemerintah. Apalagi jika dibandingkan dengan sistem pelayanan oleh pihak swasta, organisasi pelayanan pemerintah atau birokrasi pemerintah yang sering dikatakan sumber kelambanan, pungli dan inefisiensi. Sementara itu birokrasi swasta seringkali dianggap memiliki ciri-ciri yang sebaliknya.  

Published

2023-03-27